Perceraian di Agama Kristen dan Katolik, Apakah Boleh?

Perceraian di Agama Kristen dan Katolik, Apakah Boleh?

Perceraian adalah salah satu topik yang sering menjadi perdebatan, terutama dalam konteks agama Kristen dan Katolik yang memiliki pandangan teologis dan moral yang kuat tentang keutuhan perkawinan. Artikel ini akan membahas aspek hukum dan pandangan agama mengenai perceraian, serta prosedur yang berlaku.

Dasar Hukum Perceraian Menurut KUHPerdata dan UU Perkawinan

Dalam sistem hukum Indonesia, perceraian diatur oleh:

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), yang berlaku bagi mereka yang menikah secara non-Islam. Perceraian hanya bisa dilakukan melalui pengadilan dengan alasan tertentu, seperti ketidakcocokan, perselingkuhan, atau kekerasan dalam rumah tangga.
  2. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang menyatakan bahwa perceraian dapat dilakukan jika ada alasan sah, misalnya salah satu pihak melakukan zina, meninggalkan pasangan, atau mengalami perselisihan yang tak dapat didamaikan.

Dasar hukum ini berlaku umum, namun dalam praktiknya, pandangan agama juga berperan penting dalam proses perceraian.

Perceraian Menurut Agama Kristen dan Katolik

  1. Kristen Protestan: Secara teologis, perceraian dianggap melanggar prinsip keutuhan pernikahan, yang berdasarkan ajaran Alkitab adalah "satu daging." Ayat yang sering menjadi dasar larangan perceraian adalah:
    - Matius 19:6: “Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.”
    - Maleakhi 2:16: “Sebab Aku membenci perceraian, firman TUHAN, Allah Israel.”

    Beberapa denominasi Protestan memberikan dispensasi perceraian untuk alasan tertentu, seperti perzinahan atau kekerasan dalam rumah tangga, dengan catatan bahwa keputusan akhir tetap melalui pengadilan.

  2. Katolik: Dalam ajaran Gereja Katolik, perceraian tidak diakui karena pernikahan dianggap sakramen yang tak terpisahkan. Ajaran ini didasarkan pada:
    Matius 5:32: “Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang menceraikan istrinya, kecuali karena zinah, ia menjadikan istrinya berzina; dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah.”

    Namun, Gereja Katolik memberikan opsi annulment (pembatalan pernikahan) jika ditemukan bahwa perkawinan tersebut sejak awal tidak sah secara kanonik.

Prosedur Perceraian dalam Agama Kristen dan Katolik

  1. Kristen: Prosedur perceraian dimulai dengan konsultasi di gereja atau pendeta, yang bertujuan untuk mendamaikan pasangan. Jika mediasi gagal, pasangan dapat melanjutkan gugatan perceraian ke pengadilan. Persetujuan gereja biasanya diperlukan untuk melanjutkan proses ini.

  2. Katolik: Prosedur annulment diawali dengan pengajuan ke tribunal Gereja Katolik. Proses ini melibatkan investigasi mendalam tentang validitas perkawinan. Jika disetujui, maka pernikahan tersebut dinyatakan batal, berbeda dengan perceraian.

Kesimpulan

Dalam pandangan hukum maupun agama, perceraian bukanlah keputusan yang mudah. Sementara hukum negara memberikan jalan bagi pasangan untuk bercerai, pandangan agama Kristen dan Katolik lebih menekankan pada keutuhan pernikahan. Ayat-ayat Alkitab seperti Matius 19:6 dan Maleakhi 2:16 menjadi pengingat akan pentingnya menjaga komitmen perkawinan.

Bagi Anda yang menghadapi persoalan ini, penting untuk mempertimbangkan semua aspek—hukum, agama, dan dampak emosional—sebelum mengambil keputusan. Konsultasi dengan penasihat hukum dan pemimpin rohani dapat membantu memberikan pandangan yang lebih bijak dan menyeluruh. Konsultasikan permasalahan anda dengan tim pengacara kami yang profesional dan berintegritas.

Ditinjau Oleh: Kevin Anthony, S.H., M.H.